Kamis, 01 Januari 2009

Menjadi Yatim Piatu di Hari Kemenangan


Mudik lebaran kemarin ternyata menjadi mudik terakhir bagi Siti Alqomariah Ulfah bersama kedua orang tuanya. Ayah-ibunya meninggal dalam kecelakaan maut saat perjalan balik ke Denpasar. Di usianya yang masih sangat belia, 14 tahun, Ulfa terpaksa merelakan keceriaan masa remajanya dengan mengasuh dan membimbing sang adik, Bayu Ragil Permana, 10 tahun.
Masih jelas terekam dalam memori siswa kelas 3 sebuah SMP di Denpasar ini. Siang itu, 5 Oktober 2008, Ulfa bersama sang paman dalam satu motor, sementara orang tuanya di motor yang lain membawa sang adik berada cukup jauh di belakang.
Ulfah datang lebih dulu di Denpasar. “Sekitar pukul 2 siang saya sudah sampai Denpasar. Saya sama sekali tidak ada perasaan apapun mengapa rombongan bapak belum datang,” kenang Ulfa saat ditemui Ukhuwwah.
Lantas, kabar sedih itu datang juga. Tepat pukul 4 sore, Ulfa mencoba menghubungi ibunya melalui HP. Namun yang menerima adalah petugas kepolisian yang mengabarkan kematian kedua orang tuanya setelah sepeda motornya dilindas bus jurusan Bali-Jember. Beruntung sang adik, selamat dalam kecelakaan maut tersebut.
Saat itu juga bersama pamannya, Ulfa meluncur ke rumah sakit tempat jenazah orang tuanya diamankan. Astaghfirullah, saat itu dilihatnya tubuh kedua orang tuanya terlentang dengan kondisi yang mengenaskan. Ulfa pun hanya bisa menangis sesunggukan. Hari itu juga jenazah kedua orang tuanya dievakuasi ke Jember.
Lebih tragis sebenarnya dialami sang adik, Bayu. Bagaimana saat itu, Bayu melihat dengan mata kepala sendiri, ayah dan ibunya terkapar tak bernyawa dengan tubuh bersimbah darah.
Luar biasanya, Bayu dalam kondisi seperti itu masih bisa bertindak tenang. Ia selamatkan HP, tas serta dompet milik ibunya. Lewat HP itulah kabar kecelakaan maut itu sampai ke keluarga di Banyuwangi. Pasca kejadian itu, Bayu memang sedikit labil. Kerap ia menangis sendiri, hingga harus menjalani terapi di psikiater.  
Ulfah mengakui, kehidupannya terasa berat tanpa kehadiran ayah dan ibunya. Kenangan kehangatan dan kebersamaan terkadang membuat Ulfah murung. Toh, ia sudah bertekad untuk mandiri. Tetap sekolah dan mengasuh adiknya.  
Menjadi yatim piatu di usia belia, tak menyurutkan tekad Ulfah untuk mewujudkan keinginan orang tuanya. “Bapak-ibu ingin saya sekolah yang tinggi. Saya bertekad akan terus sekolah walau sekarang harus menjadi kakak sekaligus ibu bagi Bayu,” tekadnya.
Beruntung, saat inu Ulfah sudah menerima klaim asuransi dari Jasa Raharja dan seorang dermawan asal Surabaya sanggup membantu biaya sekolahnya. (nang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar